Situs ini untuk menyimpan semua karya dan apa saja yang mengisi lembaran hidupku yang MENGALUN, MERIAK, dan MENGALIR bagai AIR. Mari kita saling berbagi demi pemajuan peradaban di muka bumi. Mungkin kita tak bisa mengubah apa-apa, tapi setidaknya kita sudah BERBUAT dan BERKARYA walau hanya SETITIK DEBU DI HAMPAR GURUN atau cuma SEBUIH AIR DI LUAS SAMUDERA!

SAJAK TANPA JUDUL

kepada guru

I
Dengan sebatang kapur
kau ejakan kata-kata
kau bukakan jendela
menjenguk dunia

Dengan sebatang kapur
kau beri kami baju
kau beri kami sepatu
kau ajarkan kami berjalan
kau kenalkan kami bulan

Dengan sebatang kapur
satu jadi seribu

Dengan sebatang kapur
kau berikan apa yang dapat kau berikan
tak kau harap balas jasa
tak kau impi sejuta imbalan;
Berdiri hingga matahari meninggi
Bicara hingga habis suara
kadang berlari dari pintu ke pintu

Dengan sebatang kapur
kau cipta bocah jadi remaja
kau cipta remaja jadi dewasa
kau cipta manusia jadi manusia


Dengan sebatang kapur
kau buka gerbang desa
menuju pintu kota serba ada serbaneka;
sementara tangan tetap bekerja
sementara kaki terus melangkah
sementara jiwa tetap membara

II
Dengan sebatang kapur
yang kini anti-Tebece
tubuh tetap kurus
langkah makin berat
sementara beras datang terlambat
gaji kecil masih sempat disunat;
penjaga gawang bermental bejat
anak didik berjiwa khianat
sementara roda zaman berputar hebat

Dengan sebatang kapur
kau tetap mengabdi
sementara mereka terus mencuri
alergi gajimu tinggi-
merekalah yang berhak punya mobil
punya rumah mewah
berkantong tebal penuh rupiah

Suaramu hanya nyanyian tanpa nada
menebal tumpukan kerja di balik meja
jadi makanan lezat rayap-rayap
sebab jalanmu tanpa pelicin;
tersendat-sendat
dan tak bisa diharap

Dengan sebatang kapur
kau nanti kabar baik
dari Pak Menteri-
bukan kroco-kroco
pemerkaya diri sendiri
yang berkata menabur duri
menyebar mimpi menjual janji

Tubuh kurus makin kurus
batuk Tebece jadi nyanyian
sebab lagu keramat hanya slogan
Dan aku bertanya:
"Apa arti pengabdian, jika hidup tanpa jaminan?"

ptk, Mei '89
LANJUT BEB..

DOA SEORANG PENGEMIS KECIL

Tangan itu menadah
kedua-duanya –
di telapaknya terbayang
sesuap nasi –
mengharap kemurahan dermawan.
Orang-orang lalu lalang di sekitarnya
; menolehkan mata membuang muka
dengan pintu hati tertutup
melangkah ringan meninggalkannya.
Ia masih menadahkan kedua
telapak tangan
memohon kemurahan hati para dermawan
; tapi tak juga ada yang menghampiri.

Ia pun menadahkan ke langit
menyerahkan diri kepadaNya
dan titipkan sebait doa :
“Ya, Allah
sudah kuketuk pintu
tapi tak ada yang membuka
tapi tak ada yang menghampiri
Kini kuketuk pintuMu
Ya, Allah
Turunkanlah sesuap nasi padaku
Amin.”

(pada suatu siang di pinggir Tanjungpura, ’89) LANJUT BEB..
E
D
O
Copyright @ 2009
Edo Pradana Prasitha.
All Right Reserved