Geriap tangis bayi mengoyak fajar dini
mencoba teriakkan kemerdekaan yang pertama
Ia tak merangkak
tak pula mengibaskan tangan
; buat protes
sebab tangisnya dikembalikan
ia tak sanggup melawan
sebab sumsumnya dibalut
tulang tulang rawan
Geriap tangis bayi berkepanjangan
tak sanggup membangunkan ibunya
; baru saja selesai berjuang
ia tak merangkak
tak pula dapat meredam keangkuhan alam
sebab jubah jubah malaikat
makin erat membalutnya
tangis itu
bayi itu
lahir tak bertanah
; tanah tempat ibunya dilahirkan
tanah moyangnya dibesarkan
tanah yang dulu terjajah
tanah yang dulu subur disiram darah
kini diinjak injak penjajah
yang juga keturunan ibu dan moyangnya
ptk, 8/93
LANJUT BEB..
KUTULIS SAJAK
Kutulis sajak
pilihan penampang
mencurahkan nurani
Kutulis sajak
menangkap riak
mengapung
mengambang
di muara jiwa
Kutulis sajak
persinggahan terakhir
menuntaskan rasa
bagi hidup yang hidup
ptk, 27/6/93 (04.00) LANJUT BEB..
pilihan penampang
mencurahkan nurani
Kutulis sajak
menangkap riak
mengapung
mengambang
di muara jiwa
Kutulis sajak
persinggahan terakhir
menuntaskan rasa
bagi hidup yang hidup
ptk, 27/6/93 (04.00) LANJUT BEB..
RINDU
rindu
rindu
rinduku mati rasa
rasaku rindu
rasa
rasa
rasa mati
mati
ku
rasa
rindu
mati ku rasa rindu
rindu ku rasa mati
rindu kurasa mati
mati ku rasa rindu
kurindu rasa mati
matiku rindu rasa
rasa matiku rindu
rindu
ku
rasa
rindu
rindu
rindu
rindu
rindu
rindu
rindu
.....
mati.
ptk, 19/5/93 LANJUT BEB..
rindu
rinduku mati rasa
rasaku rindu
rasa
rasa
rasa mati
mati
ku
rasa
rindu
mati ku rasa rindu
rindu ku rasa mati
rindu kurasa mati
mati ku rasa rindu
kurindu rasa mati
matiku rindu rasa
rasa matiku rindu
rindu
ku
rasa
rindu
rindu
rindu
rindu
rindu
rindu
rindu
.....
mati.
ptk, 19/5/93 LANJUT BEB..
PEREMPUANKU, KEKASIHKU
ke mana arah?
perahu mengalun tinggalkan pantai
lambai tangan kekasih terlihat samar
hantar camar camar mengiring langkah
ombak di buritan
angin di kepala
tujukan perahu ke pulaumu
ah, kekasih
semakin jauh ditinggalkan
tiada lagi gerai rambutmu
tiada lagi bayang dirimu
bibir pantai tlah jatuh di lengkung ombak
pulaumu tlah sampai di pelupuk mata
ke mana arah?
masihkah kau di seberang?
aku ingin pulang
tapi bulan menghalang pandang
tepian kapuas, 22/4/93
(02.48 wib) LANJUT BEB..
perahu mengalun tinggalkan pantai
lambai tangan kekasih terlihat samar
hantar camar camar mengiring langkah
ombak di buritan
angin di kepala
tujukan perahu ke pulaumu
ah, kekasih
semakin jauh ditinggalkan
tiada lagi gerai rambutmu
tiada lagi bayang dirimu
bibir pantai tlah jatuh di lengkung ombak
pulaumu tlah sampai di pelupuk mata
ke mana arah?
masihkah kau di seberang?
aku ingin pulang
tapi bulan menghalang pandang
tepian kapuas, 22/4/93
(02.48 wib) LANJUT BEB..
ZIARAH MERAH PUTIH
buat Chairil Anwar
I
Kerap april menusuk sukma
mengajak gerak mengepak sayap
menyentak gejolak semangat tersendat
kemasi puisi menuntas bias
Tiap april menjelang
kenangan makin membayang
terpampang terpancang
mendekat pekat melekat rapat
mengajak gerak mengepak sayap
menyentak gejolak semangat tersendat
menuntas bias kemasi puisi
II
Sesosok jiwa muda
dalam diam mencoba
badaikan riak getar seni
meretak adat mendobrak tradisi
Kaulah Chairil Anwar
warisan tanah luas terhampar
Kaulah Chairil Anwar
warisan negeri yang sedang mekar
Karna penjajah semakin liar
arus penamu tak pernah gentar
tarikan hati nurani
nilaikan bait-bait puisi
simpatikan genderang perang
rangsangkan di dada-jiwa pejuang
III
Chairil Anwar
warna langit mendadak kelam
lambangkan hati penuh duka
kala kau terbaring menanti sang maut
Seminggu kau menunggu
di kasur putih mengharu biru
sesak napasmu lemah tubuhmu
namun padaNya tak lupa engkau
Sore setengah tiga
empat sembilan dua delapan april
kau hembuskan napas terakhir
--matahari bergulir--
tinggalkan fana
tinggalkan dunia
tinggalkan karya tujuh tahun
innalillahi wainna ilaihi rojiun
IV
Chairil Anwar
kau mati muda
dua tujuh ketika itu
tapi janji tak bisa ditawar
meski katamu:
"Aku mau hidup seribu tahun lagi!"
V
Di Karet kau terbaring sepi sendiri
tapi kaupunya jiwa tetap membara
; kau yang pertama
mendobrak tradisi
berkata menurut rasa
di dadamu menyala bara api
di penamu mengalir sajak-sajak
menyalak
menghentak
meski kadang manis romantis
Chairil Anwar
di sini aku berdiri
alirkan riak seni lewat puisi
seperti di jiwamu terpatri:
"Sekali berarti sudah itu mati!"
Pontianak, 8 April 1993 LANJUT BEB..
I
Kerap april menusuk sukma
mengajak gerak mengepak sayap
menyentak gejolak semangat tersendat
kemasi puisi menuntas bias
Tiap april menjelang
kenangan makin membayang
terpampang terpancang
mendekat pekat melekat rapat
mengajak gerak mengepak sayap
menyentak gejolak semangat tersendat
menuntas bias kemasi puisi
II
Sesosok jiwa muda
dalam diam mencoba
badaikan riak getar seni
meretak adat mendobrak tradisi
Kaulah Chairil Anwar
warisan tanah luas terhampar
Kaulah Chairil Anwar
warisan negeri yang sedang mekar
Karna penjajah semakin liar
arus penamu tak pernah gentar
tarikan hati nurani
nilaikan bait-bait puisi
simpatikan genderang perang
rangsangkan di dada-jiwa pejuang
III
Chairil Anwar
warna langit mendadak kelam
lambangkan hati penuh duka
kala kau terbaring menanti sang maut
Seminggu kau menunggu
di kasur putih mengharu biru
sesak napasmu lemah tubuhmu
namun padaNya tak lupa engkau
Sore setengah tiga
empat sembilan dua delapan april
kau hembuskan napas terakhir
--matahari bergulir--
tinggalkan fana
tinggalkan dunia
tinggalkan karya tujuh tahun
innalillahi wainna ilaihi rojiun
IV
Chairil Anwar
kau mati muda
dua tujuh ketika itu
tapi janji tak bisa ditawar
meski katamu:
"Aku mau hidup seribu tahun lagi!"
V
Di Karet kau terbaring sepi sendiri
tapi kaupunya jiwa tetap membara
; kau yang pertama
mendobrak tradisi
berkata menurut rasa
di dadamu menyala bara api
di penamu mengalir sajak-sajak
menyalak
menghentak
meski kadang manis romantis
Chairil Anwar
di sini aku berdiri
alirkan riak seni lewat puisi
seperti di jiwamu terpatri:
"Sekali berarti sudah itu mati!"
Pontianak, 8 April 1993 LANJUT BEB..
TERSESAT
lelah lunglai langkah
tapaki tebing terjal
susuri sungai sunyi
lalui lembah lengang
hayati hutan hening
.........................
haluan hilang
jejak jejak jengah
Aku tersesat!
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
tapaki tebing terjal
susuri sungai sunyi
lalui lembah lengang
hayati hutan hening
.........................
haluan hilang
jejak jejak jengah
Aku tersesat!
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
KITA TELAH BERDUSTA
Temaram senja tepis cakrawala
dihias lengkung teja jingga
tandakan sapaan kerentaan tiba
Kita
adalah dunia
merana dalam lelap usia
melupa takdir kodrati
nikmat anugerah Ilahi
Kita
adalah angkasa
merangkul jelaga jelaga
tebarkan bau bau kematian
lupakan hari hari hakiki
lelap mendekap langkah sepi
Kita
telah berdusta
berjalan dengan mata buta
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
dihias lengkung teja jingga
tandakan sapaan kerentaan tiba
Kita
adalah dunia
merana dalam lelap usia
melupa takdir kodrati
nikmat anugerah Ilahi
Kita
adalah angkasa
merangkul jelaga jelaga
tebarkan bau bau kematian
lupakan hari hari hakiki
lelap mendekap langkah sepi
Kita
telah berdusta
berjalan dengan mata buta
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
KERONTANG
Kerontang jiwa menawarkan kerinduan
kepiluan
kepedihan
jiwa kerontang tawarkan duka
Kerontang membentang
melepas napsu
melecut denyut
nadi
mati
perjalanan panjang mengabur
mengubur langkah
menghibur desah
menghablur dosa
jiwa kerontang
(angin lembah gundah, saput keriput rumput
kering mengering
melekang kerontang
jiwa jiwa
melenggang goyang
menabur menggugur
daun daun dosa)
Kerontang jiwa menawarkan kerinduan
menawarkan kepiluan
menawarkan kepedihan
menawarkan duka dosa
(aku ingin pulang)
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
kepiluan
kepedihan
jiwa kerontang tawarkan duka
Kerontang membentang
melepas napsu
melecut denyut
nadi
mati
perjalanan panjang mengabur
mengubur langkah
menghibur desah
menghablur dosa
jiwa kerontang
(angin lembah gundah, saput keriput rumput
kering mengering
melekang kerontang
jiwa jiwa
melenggang goyang
menabur menggugur
daun daun dosa)
Kerontang jiwa menawarkan kerinduan
menawarkan kepiluan
menawarkan kepedihan
menawarkan duka dosa
(aku ingin pulang)
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
DI BENING AIR KALI
Punggung lembah
biaskan air kali
tampakkan kerikil kerikil putih
tampakkan wajah penuh luka
penuh duka
penuh dosa
Tebing lembah
biaskan gundah
lewat dinding tanah merah
lewat retak genangan hujan
merekah tumpah
membuncah resah
resah kedukaan
resah kematian
kematian panjang
dalam napas meregang
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
biaskan air kali
tampakkan kerikil kerikil putih
tampakkan wajah penuh luka
penuh duka
penuh dosa
Tebing lembah
biaskan gundah
lewat dinding tanah merah
lewat retak genangan hujan
merekah tumpah
membuncah resah
resah kedukaan
resah kematian
kematian panjang
dalam napas meregang
gunung gede, 15/2/93 LANJUT BEB..
Sang Khalifah
Fajar telah meninggalkan ufuk merah
perlahan mendekap pagi cerah
embunpun memeluk Beting indah
mengecup Kapuas penuh gairah
Bandong melancar tiada lelah
melempar senyum ramah tamah
ucapkan salam pada Istana megah
ucapkan tahniah pada Sultanul Qadriyah
yang telah dirikan Lanting buat rumah
yang telah sebarkan Silok buat nafkah
pujikan syukur kepada Allah
yang telah lahirkan Khalifah penuh rahmah
yang telah hamparkan negeri penuh berkah
Ya Allah
Engkaulah Khalik Maha Pemurah
Engkau taburkan rizki melimpah ruah
Subhanallah
Alhamdulillah
Wahai, Khalifah
Engkaulah pemimpin penuh hidayah
Hutan belantara dirambah
Pontianak pun menjerit enyah;
hingga hidup tak berpindah pindah
hingga tanah menghasilkan nafkah
hingga rakyat tak lagi gundah
Duhai, Khalifah
Kapuas kini memamah sampah
Landak pun tertimbun tanah
Hutanmu semua rebah
Gambutmu berubah wajah
Airmu kering timbul gelisah
Silokmu telah berumah
Warisanmu telah berpindah
Rupiah hanya sekadar singgah
Ampun, Khalifah
zaman telah berubah
bila semua menyebar wabah
jangan kami engkau sumpah
sebab kami terus berbenah
barau barau tercacak gagah
menderas parit menguras sampah
Lanting pun telah berubah
Beting semakin indah
Tugu pun semakin megah
mengundang jiran, meraup rupiah
(Jembatan Kapuas, 93/ 97) LANJUT BEB..
perlahan mendekap pagi cerah
embunpun memeluk Beting indah
mengecup Kapuas penuh gairah
Bandong melancar tiada lelah
melempar senyum ramah tamah
ucapkan salam pada Istana megah
ucapkan tahniah pada Sultanul Qadriyah
yang telah dirikan Lanting buat rumah
yang telah sebarkan Silok buat nafkah
pujikan syukur kepada Allah
yang telah lahirkan Khalifah penuh rahmah
yang telah hamparkan negeri penuh berkah
Ya Allah
Engkaulah Khalik Maha Pemurah
Engkau taburkan rizki melimpah ruah
Subhanallah
Alhamdulillah
Wahai, Khalifah
Engkaulah pemimpin penuh hidayah
Hutan belantara dirambah
Pontianak pun menjerit enyah;
hingga hidup tak berpindah pindah
hingga tanah menghasilkan nafkah
hingga rakyat tak lagi gundah
Duhai, Khalifah
Kapuas kini memamah sampah
Landak pun tertimbun tanah
Hutanmu semua rebah
Gambutmu berubah wajah
Airmu kering timbul gelisah
Silokmu telah berumah
Warisanmu telah berpindah
Rupiah hanya sekadar singgah
Ampun, Khalifah
zaman telah berubah
bila semua menyebar wabah
jangan kami engkau sumpah
sebab kami terus berbenah
barau barau tercacak gagah
menderas parit menguras sampah
Lanting pun telah berubah
Beting semakin indah
Tugu pun semakin megah
mengundang jiran, meraup rupiah
(Jembatan Kapuas, 93/ 97) LANJUT BEB..
AJENG
I
Sayangku, Ajeng
kepalaku puyeng
Matematika terantuk
Fisika tak masuk masuk
kupikirkan kau semalam suntuk,
II
Sayangku, Ajeng
kemana engkau,
belajarku kacau balau
Bahasa Inggris mendesis
Biologi menipis
yang lekat senyummu, manis
III
Ajeng, sayangku
datang
datanglah, Ajeng
kita belajar bareng
PR menumpuk
sedang mataku ngantuk
IV
Ajeng,
datanglah!
PR menumpuk mataku ngantuk
Besok, Pak Killer masuk
pasti ngamuk
V
Ajeng,
datanglah, Ajeng!
kepalaku tambah puyeng,
Katamu cinta
engkau di mana?
Ptk, 1993 LANJUT BEB..
Sayangku, Ajeng
kepalaku puyeng
Matematika terantuk
Fisika tak masuk masuk
kupikirkan kau semalam suntuk,
II
Sayangku, Ajeng
kemana engkau,
belajarku kacau balau
Bahasa Inggris mendesis
Biologi menipis
yang lekat senyummu, manis
III
Ajeng, sayangku
datang
datanglah, Ajeng
kita belajar bareng
PR menumpuk
sedang mataku ngantuk
IV
Ajeng,
datanglah!
PR menumpuk mataku ngantuk
Besok, Pak Killer masuk
pasti ngamuk
V
Ajeng,
datanglah, Ajeng!
kepalaku tambah puyeng,
Katamu cinta
engkau di mana?
Ptk, 1993 LANJUT BEB..
PIALA
dia datang
mengangkang
mata nyalang
diri bimbang
pijakan mengambang
tangan meregang
diri
dia
bergulat bergelut
cari cara
lumpuhkan lawan
perebutkan piala
jadi juara
ptk, 2/93 LANJUT BEB..
mengangkang
mata nyalang
diri bimbang
pijakan mengambang
tangan meregang
diri
dia
bergulat bergelut
cari cara
lumpuhkan lawan
perebutkan piala
jadi juara
ptk, 2/93 LANJUT BEB..
TAHTA
Mahkota di kepala
tandakan titah tundukkan telinga
kaiskan kaki kerahkan kereta
kencana kuda ksatria
Mahkota di kepala
tahta singgasana raja ;
lalim dan alim mesti beda
rakyat dan ningrat
hamba dan paduka
tak mesti berbeda
meski hamba bertelanjang dada
dan paduka berkain sutera
; sebab singgasana tetesan keringat
rakyat
tentulah mesti diingat
hingga hayat ke liang lahat
Mahkota di kepala
mestikah titah tak terbantah ;
hamba rendah semakin gundah
tidakkah takut tahta terpatah
ataukah malah kepala terpisah
ptk, 1993 LANJUT BEB..
tandakan titah tundukkan telinga
kaiskan kaki kerahkan kereta
kencana kuda ksatria
Mahkota di kepala
tahta singgasana raja ;
lalim dan alim mesti beda
rakyat dan ningrat
hamba dan paduka
tak mesti berbeda
meski hamba bertelanjang dada
dan paduka berkain sutera
; sebab singgasana tetesan keringat
rakyat
tentulah mesti diingat
hingga hayat ke liang lahat
Mahkota di kepala
mestikah titah tak terbantah ;
hamba rendah semakin gundah
tidakkah takut tahta terpatah
ataukah malah kepala terpisah
ptk, 1993 LANJUT BEB..
SAJAK LISAN
Ada apa di balik wajah wajah resah
: kerut kerut bergelombang dalam jiwa
yang tak mudah ditafsirkan begitu saja
Itulah warna hidup dan kehidupan
bagi makhluk berpredikat manusia
: membuat pernyataan dan pertanyaan
dan penjelasan lisan
Itulah kehidupan manusia
yang tak selalu dapat merumuskan
pertanyaan
dan pernyataan dengan lisan
Itulah kita
Apa ada kesenduan dan keresahan
di balik wajah wajah
yang selalu dapat berlisan dan berkata?
Itulah hidup dan kehidupan manusia
Lisan tanpa ditanya
sering bermain aneka peran
dan perang
dingin ataupun panas
Lisan adalah kehidupan
dan lisanlah peranan kehidupan
di dalam dunia
dan di luarnya
Adalah rindu yang meredam lisan
adalah sendu yang memendam lisan
adalah kelu yang menawan lisan
Apakah kematian juga akhir seutas lisan?
Kita mesti banyak belajar-agaknya-
agar berperan
Tanpa lisan kitakah penonton?
Adalah rindu yang meredam lisan
adalah sendu yang memendam lisan
adalah kelu yang menawan lisan
adalah manusia perankan tokoh lisan
Ada apa di balik lisan yang rindu
ada apa di balik lisan yang sendu
ada apa di balik lisan yang kelu
: di balik wajah wajah tak berdarah
: di balik wajah wajah resah?
Ke mana mana lisan ada
di mana mana lisan berada
dalam kehidupan
dalam kematian
dan kehidupan kembali
Lisanlah kehidupan
setelah kematian
Dalam kehidupan lisan menghidupkan
dalam kehidupan lisan mematikan
dalam kehidupan lisan bermain
dan berperan
: segala watak dan keinginan
Hiduplah mereka berlisan
hiduplah mereka yang berperan
hiduplah mereka yang berkuasa
sebab lisan tergenggam tangan
sebab lisan terpeluk pelatuk
siap membidik dan meletup
Hiduplah mereka yang berkata
dan berkata kata
sebab mereka penguasa
sebab mereka berkuasa
sebab mereka pemegang senjata
Ada apa di balik lisan yang berduka
ada apa di balik wajah yang terluka
Ada apa di balik jiwa yang menderita
Lisankah yang bertanya?
Lisanlah yang berkata
sebab lisan punya nama
sebab lisan punya jiwa
sebab lisan punya kuasa
Lisan tak mudah berkata kata
di angkasaraya
sebab mega mega
terkepung badai
: meski mega membawa hujan
meski mega menjanjikan kehidupan
meski hujan dinanti nantikan:
agar wajah wajah resah cerah
agar wajah wajah wajah sendu merah bersemu
agar jiwa jiwa redup hidup
agar badai tak menghalang hujan
agar hujan memberikan kehidupan
tapi, siapakah pemilik lisan
tapi, siapakah pemilik nama
tapi, siapakah pemilik jiwa
tapi, siapakah pemilik hidup
tapi, siapakah pemilik kuasa
tapi, siapakah pemilik siapa?
pontianak, 1993 LANJUT BEB..
: kerut kerut bergelombang dalam jiwa
yang tak mudah ditafsirkan begitu saja
Itulah warna hidup dan kehidupan
bagi makhluk berpredikat manusia
: membuat pernyataan dan pertanyaan
dan penjelasan lisan
Itulah kehidupan manusia
yang tak selalu dapat merumuskan
pertanyaan
dan pernyataan dengan lisan
Itulah kita
Apa ada kesenduan dan keresahan
di balik wajah wajah
yang selalu dapat berlisan dan berkata?
Itulah hidup dan kehidupan manusia
Lisan tanpa ditanya
sering bermain aneka peran
dan perang
dingin ataupun panas
Lisan adalah kehidupan
dan lisanlah peranan kehidupan
di dalam dunia
dan di luarnya
Adalah rindu yang meredam lisan
adalah sendu yang memendam lisan
adalah kelu yang menawan lisan
Apakah kematian juga akhir seutas lisan?
Kita mesti banyak belajar-agaknya-
agar berperan
Tanpa lisan kitakah penonton?
Adalah rindu yang meredam lisan
adalah sendu yang memendam lisan
adalah kelu yang menawan lisan
adalah manusia perankan tokoh lisan
Ada apa di balik lisan yang rindu
ada apa di balik lisan yang sendu
ada apa di balik lisan yang kelu
: di balik wajah wajah tak berdarah
: di balik wajah wajah resah?
Ke mana mana lisan ada
di mana mana lisan berada
dalam kehidupan
dalam kematian
dan kehidupan kembali
Lisanlah kehidupan
setelah kematian
Dalam kehidupan lisan menghidupkan
dalam kehidupan lisan mematikan
dalam kehidupan lisan bermain
dan berperan
: segala watak dan keinginan
Hiduplah mereka berlisan
hiduplah mereka yang berperan
hiduplah mereka yang berkuasa
sebab lisan tergenggam tangan
sebab lisan terpeluk pelatuk
siap membidik dan meletup
Hiduplah mereka yang berkata
dan berkata kata
sebab mereka penguasa
sebab mereka berkuasa
sebab mereka pemegang senjata
Ada apa di balik lisan yang berduka
ada apa di balik wajah yang terluka
Ada apa di balik jiwa yang menderita
Lisankah yang bertanya?
Lisanlah yang berkata
sebab lisan punya nama
sebab lisan punya jiwa
sebab lisan punya kuasa
Lisan tak mudah berkata kata
di angkasaraya
sebab mega mega
terkepung badai
: meski mega membawa hujan
meski mega menjanjikan kehidupan
meski hujan dinanti nantikan:
agar wajah wajah resah cerah
agar wajah wajah wajah sendu merah bersemu
agar jiwa jiwa redup hidup
agar badai tak menghalang hujan
agar hujan memberikan kehidupan
tapi, siapakah pemilik lisan
tapi, siapakah pemilik nama
tapi, siapakah pemilik jiwa
tapi, siapakah pemilik hidup
tapi, siapakah pemilik kuasa
tapi, siapakah pemilik siapa?
pontianak, 1993 LANJUT BEB..
Langganan:
Postingan (Atom)
E
D
O
Copyright @ 2009
Edo Pradana Prasitha.
All Right Reserved
D
O
Copyright @ 2009
Edo Pradana Prasitha.
All Right Reserved