Situs ini untuk menyimpan semua karya dan apa saja yang mengisi lembaran hidupku yang MENGALUN, MERIAK, dan MENGALIR bagai AIR. Mari kita saling berbagi demi pemajuan peradaban di muka bumi. Mungkin kita tak bisa mengubah apa-apa, tapi setidaknya kita sudah BERBUAT dan BERKARYA walau hanya SETITIK DEBU DI HAMPAR GURUN atau cuma SEBUIH AIR DI LUAS SAMUDERA!

DADA

degap
degup
desak
derap
damai
dalam
dada
diam
denyut
doa
dia

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.20 wib) LANJUT BEB..

TAK TERBENDUNG

hujan di mata
hujan di dada
hujan di hati
hujan di kalbu
tak terbendung
di hadapanMu

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.17 wib) LANJUT BEB..

NUANSA

aku tak pandai memulai
segala nuansa yang tergerai

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.15 wib) LANJUT BEB..

TERBENTUR DIRI

terbentur diri pada asysyuara
hingga memaksa memaling muka
menakar makna dalam fana
yang melesat lewat gendewa
astaghfirullah
kembalikan makna kepada makna

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.10 wib) LANJUT BEB..

KEHILANGAN KATA

tiada kata yang terkata
bagi mereka yang kucinta
aku kehilangan kata
sebab makna menggumpal rasa

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.09 wib) LANJUT BEB..

KETIKA RINDU

siapa meski diacu
ketika rindu menggebu
menarik diri kembali
mencurah segala yang dirasa

11 juni 2001 (24.06 wib) LANJUT BEB..

HITAM MERAGU

terlalu lama menunggu
semakin cepat berlalu
semakin hitam meragu

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.05 wib) LANJUT BEB..

ENGGAN RASANYA

enggan rasanya beranjak dari gejolak
melangkah antero makna
menikam benak yang membentak
menerawang ke segala arah
mesti ada satu celah
mesti ada satu capaian
agar tak hilang di telan senja

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.04) LANJUT BEB..

TAK HENDAK

tak hendak rasanya bersajak
tapi nada terus mendesak
menghitung detik demi detik
menggapai titik demi titik
tak hendak rasanya bersajak

tanah gambut, 11 juni 2001 (24.00) LANJUT BEB..

BATAS WAKTU

hari hari hampa haru
menempel senja yang menunggu
menunggu waktu yang dilalu
menuju satu batas waktu

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.59) LANJUT BEB..

TAK SELAIN

Alhamdulillah
tak selain padaNya

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.56) LANJUT BEB..

TERGAGAP

diri tergagap dalam terang
sebab cahaya tak mesti cahaya
sebab suka tak mesti suka
sebab fana mestilah bermakna

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.55) LANJUT BEB..

KETIKA LENA

kabut senja bercahaya dalam cita
mengukir awannya lewat pena
yang kurindu tertunggu sekian lama
ingin aku melangkah di jalanNya
ketika lena telah melupa

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.54) LANJUT BEB..

MESKI KAU DUKA

apa yang hendak didakwakan
pada Dia yang perkasa
tak pernah lupa meski kau duka

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.51) LANJUT BEB..

TIADALAH

sesaat rasa menyapa diri
sesaat pula rasa bercahaya
dalam mengingatNya yang paling maha
menyadari diri yang penuh lendir
semakin angkuh dan bersikukuh paling ampuh
tiadalah daya tanpa Dia
tiadalah kuasa tanpa Dia
tiadalah tempat selain padaNya

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.50) LANJUT BEB..

TAK SEBERAPA

tiadalah makna tanpa cipta
yang terukir dalam nada dan kata
meski ia tak seberapa
memberi arti bagi senja menyapa

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.46) LANJUT BEB..

MESTI

semua mesti diselesaikan
dalam tempo yang bergulir
meski engkau tak berkata
bahwa ia harus menunggu

tenggelam dalam kefanaan
semakin menyurut langkah
menghambat cerah dan cahaya
menerobos relung relung hati

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.45) LANJUT BEB..

SAAT SENJA

apa yang mesti dihitung
ketika detik detik berlangsung
menina bobok kegalauan dalam senja
menyeruak dinding dinding nestapa
saat senja menyapa
tiada makna tercipta

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.44) LANJUT BEB..

TERLENA

begitu lama terlena
hingga hari berlalu tanpa makna
tercerabut dari bingkai dunia
hingga menjelang senja baya
tempuh dalam kesendirian
tak bertepian
menanti kejatuhan

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.42) LANJUT BEB..

SUARAKAN

suarakan apa yang mesti disuarakan
meski tanpa suara
sebab diam tetap dimengerti
meski tak tersuarakan

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.40) LANJUT BEB..

KEMBALI PADANYA JUA

Gemeretak nada nadi diri
menghunjam dalam denyut dada
bergejolak bergelinjang tak henti henti
menggetarkan kekalutan
dalam ketemaraman cahaya diri

Relung relung kefanaan makin mendekap
menyumpal celah celah rongga
menggumpal benak makin terdesak
menggelap warna dan cahaya
mengabur lintasan arah dan tujuan

Dalam kekalutan dan kekalutan
terasa diri diri tak sanggup lepas
dari keterkungkungan
menarik napas dan pikir
menggelap mata dan telinga
sementara sumpal dan gumpal
kian menderu mendera
menggelap mengabur diri dalam sendiri

Astaghfirullah
langkah dan arah makin jauh

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.18) LANJUT BEB..

MAKIN RINDU

kurasa rindu makin rindu
membumbung tinggi di angkasa
sesaat insani jaga
setelah waktu sekian lama
ingin aku kembali
rasa dan nikmati murni mendekap

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.52) LANJUT BEB..

MENGUKIR CAHAYA

terasa sendu menyisih
ketika denyut denyut nada
melata meraba dalam dada
mengukir cahaya membelah celah

tanah gambut, 10 juni 2001 (23.47) LANJUT BEB..

BILA HATI YANG BICARA*)

Pradono


Wahai Anak Negeri
Tegarlah terus berkreasi
Bangunkan bangsamu lewat seni

Walau ia selalu tak peduli
Walau ia sibuk menguras uang negeri

Jangan jadikan dirimu kelinci percobaan
Jangan harga dirimu kaugadaikan
Masih banyak jalan untuk menjadi manusia

Wahai Anak Negeri
Tekadkan jiwa kembali ke hati
Demi eratkan jabat tangan
Demi satukan persaudaraan

Tiada kata tanpa makna bila hati yang bicara
Satukan langkah rapatkan barisan
Padamkan dendam ulaskan senyuman

Sebab Tuhan Maha Penyayang
Kenapa nyawa harus melayang
Sebab Tuhan Maha Penyabar
Kenapa kita jadi gusar

Allahu Akbar
Selamatkan jiwa yang hanya selembar
Siramlah amarah yang berkobar
Padamkan dendam dengan cahaya sabar

(Rekatkan Indonesia, Damaikan Bumi Kalbar)

Wahai Negeri
Jangan cerai beraikan anakmu
Dengan saling benci dan caci maki

Wahai Pertiwi
Jangan asahkan pedang dan belati
Merampas hidup sesama kami
Hingga jiwa tak berharga lagi

Wahai Indonesia
Masih bisakah kita saling bicara
Masih sanggupkah kita jadi manusia

Lantaran negeri ini milik kita
Kenapa harus dihancurkan
Ke mana lagi kaki berdiri
Bila pijakan menjadi bara api


Wahai manusia yang bernama manusia
Haruskah airmata tercurahkan
Untuk sesuatu yang tak terpahamkan
Sudah berhentikah manusia sebagai manusia

Apakah arti kehidupan bila hati tak lagi manusia

Wahai Khatulistiwa
Jalin kembali zamrud
yang tercerabut dari leher Enggangmu

(Suarakanlah Merdu Etikamu)

tanah gambut, 27 maret 2001


*) Puisi ini dibacakan pertama kali sebagai "Orasi Kampanye Anti Kekerasan lewat Seni” oleh Seni Rakyat Anak Kapuas (SERAK) Pontianak, di Auditorium Universitas Tanjungpura Pontianak, Sabtu, 31 Maret 2001.
LANJUT BEB..

REFLEKSI PESTA DEMOKRASI KESEKIAN

tersaksi di mata rakyat
tingkah polah para wakilnya
mendepak wajah meja
mendegup dada rakyat

inikah wujud kertas suara
yang tertusuk tanpa suara
berjanji dengan jutaan suara
nikmati kursi empuk tanpa suara


tanah gambut, 2001 LANJUT BEB..
E
D
O
Copyright @ 2009
Edo Pradana Prasitha.
All Right Reserved