degap
degup
desak
derap
damai
dalam
dada
diam
denyut
doa
dia
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.20 wib)
LANJUT BEB..
TAK TERBENDUNG
hujan di mata
hujan di dada
hujan di hati
hujan di kalbu
tak terbendung
di hadapanMu
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.17 wib) LANJUT BEB..
hujan di dada
hujan di hati
hujan di kalbu
tak terbendung
di hadapanMu
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.17 wib) LANJUT BEB..
NUANSA
aku tak pandai memulai
segala nuansa yang tergerai
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.15 wib) LANJUT BEB..
segala nuansa yang tergerai
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.15 wib) LANJUT BEB..
TERBENTUR DIRI
terbentur diri pada asysyuara
hingga memaksa memaling muka
menakar makna dalam fana
yang melesat lewat gendewa
astaghfirullah
kembalikan makna kepada makna
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.10 wib) LANJUT BEB..
hingga memaksa memaling muka
menakar makna dalam fana
yang melesat lewat gendewa
astaghfirullah
kembalikan makna kepada makna
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.10 wib) LANJUT BEB..
KEHILANGAN KATA
tiada kata yang terkata
bagi mereka yang kucinta
aku kehilangan kata
sebab makna menggumpal rasa
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.09 wib) LANJUT BEB..
bagi mereka yang kucinta
aku kehilangan kata
sebab makna menggumpal rasa
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.09 wib) LANJUT BEB..
KETIKA RINDU
siapa meski diacu
ketika rindu menggebu
menarik diri kembali
mencurah segala yang dirasa
11 juni 2001 (24.06 wib) LANJUT BEB..
ketika rindu menggebu
menarik diri kembali
mencurah segala yang dirasa
11 juni 2001 (24.06 wib) LANJUT BEB..
HITAM MERAGU
terlalu lama menunggu
semakin cepat berlalu
semakin hitam meragu
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.05 wib) LANJUT BEB..
semakin cepat berlalu
semakin hitam meragu
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.05 wib) LANJUT BEB..
ENGGAN RASANYA
enggan rasanya beranjak dari gejolak
melangkah antero makna
menikam benak yang membentak
menerawang ke segala arah
mesti ada satu celah
mesti ada satu capaian
agar tak hilang di telan senja
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.04) LANJUT BEB..
melangkah antero makna
menikam benak yang membentak
menerawang ke segala arah
mesti ada satu celah
mesti ada satu capaian
agar tak hilang di telan senja
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.04) LANJUT BEB..
TAK HENDAK
tak hendak rasanya bersajak
tapi nada terus mendesak
menghitung detik demi detik
menggapai titik demi titik
tak hendak rasanya bersajak
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.00) LANJUT BEB..
tapi nada terus mendesak
menghitung detik demi detik
menggapai titik demi titik
tak hendak rasanya bersajak
tanah gambut, 11 juni 2001 (24.00) LANJUT BEB..
BATAS WAKTU
hari hari hampa haru
menempel senja yang menunggu
menunggu waktu yang dilalu
menuju satu batas waktu
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.59) LANJUT BEB..
menempel senja yang menunggu
menunggu waktu yang dilalu
menuju satu batas waktu
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.59) LANJUT BEB..
TERGAGAP
diri tergagap dalam terang
sebab cahaya tak mesti cahaya
sebab suka tak mesti suka
sebab fana mestilah bermakna
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.55) LANJUT BEB..
sebab cahaya tak mesti cahaya
sebab suka tak mesti suka
sebab fana mestilah bermakna
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.55) LANJUT BEB..
KETIKA LENA
kabut senja bercahaya dalam cita
mengukir awannya lewat pena
yang kurindu tertunggu sekian lama
ingin aku melangkah di jalanNya
ketika lena telah melupa
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.54) LANJUT BEB..
mengukir awannya lewat pena
yang kurindu tertunggu sekian lama
ingin aku melangkah di jalanNya
ketika lena telah melupa
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.54) LANJUT BEB..
MESKI KAU DUKA
apa yang hendak didakwakan
pada Dia yang perkasa
tak pernah lupa meski kau duka
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.51) LANJUT BEB..
pada Dia yang perkasa
tak pernah lupa meski kau duka
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.51) LANJUT BEB..
TIADALAH
sesaat rasa menyapa diri
sesaat pula rasa bercahaya
dalam mengingatNya yang paling maha
menyadari diri yang penuh lendir
semakin angkuh dan bersikukuh paling ampuh
tiadalah daya tanpa Dia
tiadalah kuasa tanpa Dia
tiadalah tempat selain padaNya
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.50) LANJUT BEB..
sesaat pula rasa bercahaya
dalam mengingatNya yang paling maha
menyadari diri yang penuh lendir
semakin angkuh dan bersikukuh paling ampuh
tiadalah daya tanpa Dia
tiadalah kuasa tanpa Dia
tiadalah tempat selain padaNya
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.50) LANJUT BEB..
TAK SEBERAPA
tiadalah makna tanpa cipta
yang terukir dalam nada dan kata
meski ia tak seberapa
memberi arti bagi senja menyapa
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.46) LANJUT BEB..
yang terukir dalam nada dan kata
meski ia tak seberapa
memberi arti bagi senja menyapa
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.46) LANJUT BEB..
MESTI
semua mesti diselesaikan
dalam tempo yang bergulir
meski engkau tak berkata
bahwa ia harus menunggu
tenggelam dalam kefanaan
semakin menyurut langkah
menghambat cerah dan cahaya
menerobos relung relung hati
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.45) LANJUT BEB..
dalam tempo yang bergulir
meski engkau tak berkata
bahwa ia harus menunggu
tenggelam dalam kefanaan
semakin menyurut langkah
menghambat cerah dan cahaya
menerobos relung relung hati
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.45) LANJUT BEB..
SAAT SENJA
apa yang mesti dihitung
ketika detik detik berlangsung
menina bobok kegalauan dalam senja
menyeruak dinding dinding nestapa
saat senja menyapa
tiada makna tercipta
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.44) LANJUT BEB..
ketika detik detik berlangsung
menina bobok kegalauan dalam senja
menyeruak dinding dinding nestapa
saat senja menyapa
tiada makna tercipta
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.44) LANJUT BEB..
TERLENA
begitu lama terlena
hingga hari berlalu tanpa makna
tercerabut dari bingkai dunia
hingga menjelang senja baya
tempuh dalam kesendirian
tak bertepian
menanti kejatuhan
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.42) LANJUT BEB..
hingga hari berlalu tanpa makna
tercerabut dari bingkai dunia
hingga menjelang senja baya
tempuh dalam kesendirian
tak bertepian
menanti kejatuhan
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.42) LANJUT BEB..
SUARAKAN
suarakan apa yang mesti disuarakan
meski tanpa suara
sebab diam tetap dimengerti
meski tak tersuarakan
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.40) LANJUT BEB..
meski tanpa suara
sebab diam tetap dimengerti
meski tak tersuarakan
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.40) LANJUT BEB..
KEMBALI PADANYA JUA
Gemeretak nada nadi diri
menghunjam dalam denyut dada
bergejolak bergelinjang tak henti henti
menggetarkan kekalutan
dalam ketemaraman cahaya diri
Relung relung kefanaan makin mendekap
menyumpal celah celah rongga
menggumpal benak makin terdesak
menggelap warna dan cahaya
mengabur lintasan arah dan tujuan
Dalam kekalutan dan kekalutan
terasa diri diri tak sanggup lepas
dari keterkungkungan
menarik napas dan pikir
menggelap mata dan telinga
sementara sumpal dan gumpal
kian menderu mendera
menggelap mengabur diri dalam sendiri
Astaghfirullah
langkah dan arah makin jauh
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.18) LANJUT BEB..
menghunjam dalam denyut dada
bergejolak bergelinjang tak henti henti
menggetarkan kekalutan
dalam ketemaraman cahaya diri
Relung relung kefanaan makin mendekap
menyumpal celah celah rongga
menggumpal benak makin terdesak
menggelap warna dan cahaya
mengabur lintasan arah dan tujuan
Dalam kekalutan dan kekalutan
terasa diri diri tak sanggup lepas
dari keterkungkungan
menarik napas dan pikir
menggelap mata dan telinga
sementara sumpal dan gumpal
kian menderu mendera
menggelap mengabur diri dalam sendiri
Astaghfirullah
langkah dan arah makin jauh
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.18) LANJUT BEB..
MAKIN RINDU
kurasa rindu makin rindu
membumbung tinggi di angkasa
sesaat insani jaga
setelah waktu sekian lama
ingin aku kembali
rasa dan nikmati murni mendekap
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.52) LANJUT BEB..
membumbung tinggi di angkasa
sesaat insani jaga
setelah waktu sekian lama
ingin aku kembali
rasa dan nikmati murni mendekap
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.52) LANJUT BEB..
MENGUKIR CAHAYA
terasa sendu menyisih
ketika denyut denyut nada
melata meraba dalam dada
mengukir cahaya membelah celah
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.47) LANJUT BEB..
ketika denyut denyut nada
melata meraba dalam dada
mengukir cahaya membelah celah
tanah gambut, 10 juni 2001 (23.47) LANJUT BEB..
BILA HATI YANG BICARA*)
Pradono
Wahai Anak Negeri
Tegarlah terus berkreasi
Bangunkan bangsamu lewat seni
Walau ia selalu tak peduli
Walau ia sibuk menguras uang negeri
Jangan jadikan dirimu kelinci percobaan
Jangan harga dirimu kaugadaikan
Masih banyak jalan untuk menjadi manusia
Wahai Anak Negeri
Tekadkan jiwa kembali ke hati
Demi eratkan jabat tangan
Demi satukan persaudaraan
Tiada kata tanpa makna bila hati yang bicara
Satukan langkah rapatkan barisan
Padamkan dendam ulaskan senyuman
Sebab Tuhan Maha Penyayang
Kenapa nyawa harus melayang
Sebab Tuhan Maha Penyabar
Kenapa kita jadi gusar
Allahu Akbar
Selamatkan jiwa yang hanya selembar
Siramlah amarah yang berkobar
Padamkan dendam dengan cahaya sabar
(Rekatkan Indonesia, Damaikan Bumi Kalbar)
Wahai Negeri
Jangan cerai beraikan anakmu
Dengan saling benci dan caci maki
Wahai Pertiwi
Jangan asahkan pedang dan belati
Merampas hidup sesama kami
Hingga jiwa tak berharga lagi
Wahai Indonesia
Masih bisakah kita saling bicara
Masih sanggupkah kita jadi manusia
Lantaran negeri ini milik kita
Kenapa harus dihancurkan
Ke mana lagi kaki berdiri
Bila pijakan menjadi bara api
Wahai manusia yang bernama manusia
Haruskah airmata tercurahkan
Untuk sesuatu yang tak terpahamkan
Sudah berhentikah manusia sebagai manusia
Apakah arti kehidupan bila hati tak lagi manusia
Wahai Khatulistiwa
Jalin kembali zamrud
yang tercerabut dari leher Enggangmu
(Suarakanlah Merdu Etikamu)
tanah gambut, 27 maret 2001
*) Puisi ini dibacakan pertama kali sebagai "Orasi Kampanye Anti Kekerasan lewat Seni” oleh Seni Rakyat Anak Kapuas (SERAK) Pontianak, di Auditorium Universitas Tanjungpura Pontianak, Sabtu, 31 Maret 2001. LANJUT BEB..
Wahai Anak Negeri
Tegarlah terus berkreasi
Bangunkan bangsamu lewat seni
Walau ia selalu tak peduli
Walau ia sibuk menguras uang negeri
Jangan jadikan dirimu kelinci percobaan
Jangan harga dirimu kaugadaikan
Masih banyak jalan untuk menjadi manusia
Wahai Anak Negeri
Tekadkan jiwa kembali ke hati
Demi eratkan jabat tangan
Demi satukan persaudaraan
Tiada kata tanpa makna bila hati yang bicara
Satukan langkah rapatkan barisan
Padamkan dendam ulaskan senyuman
Sebab Tuhan Maha Penyayang
Kenapa nyawa harus melayang
Sebab Tuhan Maha Penyabar
Kenapa kita jadi gusar
Allahu Akbar
Selamatkan jiwa yang hanya selembar
Siramlah amarah yang berkobar
Padamkan dendam dengan cahaya sabar
(Rekatkan Indonesia, Damaikan Bumi Kalbar)
Wahai Negeri
Jangan cerai beraikan anakmu
Dengan saling benci dan caci maki
Wahai Pertiwi
Jangan asahkan pedang dan belati
Merampas hidup sesama kami
Hingga jiwa tak berharga lagi
Wahai Indonesia
Masih bisakah kita saling bicara
Masih sanggupkah kita jadi manusia
Lantaran negeri ini milik kita
Kenapa harus dihancurkan
Ke mana lagi kaki berdiri
Bila pijakan menjadi bara api
Wahai manusia yang bernama manusia
Haruskah airmata tercurahkan
Untuk sesuatu yang tak terpahamkan
Sudah berhentikah manusia sebagai manusia
Apakah arti kehidupan bila hati tak lagi manusia
Wahai Khatulistiwa
Jalin kembali zamrud
yang tercerabut dari leher Enggangmu
(Suarakanlah Merdu Etikamu)
tanah gambut, 27 maret 2001
*) Puisi ini dibacakan pertama kali sebagai "Orasi Kampanye Anti Kekerasan lewat Seni” oleh Seni Rakyat Anak Kapuas (SERAK) Pontianak, di Auditorium Universitas Tanjungpura Pontianak, Sabtu, 31 Maret 2001. LANJUT BEB..
REFLEKSI PESTA DEMOKRASI KESEKIAN
tersaksi di mata rakyat
tingkah polah para wakilnya
mendepak wajah meja
mendegup dada rakyat
inikah wujud kertas suara
yang tertusuk tanpa suara
berjanji dengan jutaan suara
nikmati kursi empuk tanpa suara
tanah gambut, 2001 LANJUT BEB..
tingkah polah para wakilnya
mendepak wajah meja
mendegup dada rakyat
inikah wujud kertas suara
yang tertusuk tanpa suara
berjanji dengan jutaan suara
nikmati kursi empuk tanpa suara
tanah gambut, 2001 LANJUT BEB..
Langganan:
Postingan (Atom)
E
D
O
Copyright @ 2009
Edo Pradana Prasitha.
All Right Reserved
D
O
Copyright @ 2009
Edo Pradana Prasitha.
All Right Reserved