Situs ini untuk menyimpan semua karya dan apa saja yang mengisi lembaran hidupku yang MENGALUN, MERIAK, dan MENGALIR bagai AIR. Mari kita saling berbagi demi pemajuan peradaban di muka bumi. Mungkin kita tak bisa mengubah apa-apa, tapi setidaknya kita sudah BERBUAT dan BERKARYA walau hanya SETITIK DEBU DI HAMPAR GURUN atau cuma SEBUIH AIR DI LUAS SAMUDERA!

ITU SAJA

Kemarin kau ucapkan kata yang sama
begitu indah rangkaian bunyinya
aku terpana
hingga lupa penderitaan
yang mengental di jiwa


Kata indah yang terucap
meruntuhkan pilar yang tertancap
mengguncang bumi tempat berpijak
menghambur satwa-satwa tanpa arah
hanya kau
dan aku

Kemarin terpana penderitaan
dibius harum bunga penuh kumbang

Hari ini matahari tak lagi
bersahabat denganmu tak lagi
dekati harum bunga
membius

Kata-kata kehilangan keindahan
kata-kata bermain sendirian
tanpa teman
tanpa nada
tanpa makna

Penderitaan telah bosan
dengan keindahan kata-kata
Penderitaan menanti matahari
menyubur benih menuai buah

Itu saja.

pontianak, 26/10/92
LANJUT BEB..

SEBELUM LUPA

Sebelum lupa
hingga hari hanya hampa
terimalah kata kata:
nista
hina
dosa
duka
dia
Sebelum lupa
ucapkan selamat tinggal
gali kenangan kubangan dosa tanpa kata kata!
Butakan mata
Tulikan telinga
Lumpuhkan raga
Hilangkan rasa
Matikan jiwa
sebelum lupa
apa
di mana
siapa
ke mana
tanpa kata kata
tanpa jiwa
tanpa dia;
siapa
di mana
singkirkan tanya
sebelum lupa
lupa
lupa
lupa
siapa luka
siapa luka
siapa duka
siapa dosa
tanya
sebelum lupa.

Pontianak, 10/92
LANJUT BEB..

PENJARA

Dalam jeruji membuncah tanya dalam hati
lupakan sarapan pagi seonggok kangkung
sepiring nasi
basi


Dalam jeruji terkurung
hati nurani
mati

Kebebasan di balik jeruji
adalah pilihan sebelum mati
pandangi mata tanpa nurani
dengarkan petuah tanpa gigi
ikuti langkah tanpa kaki
alunkan desah tanpa onani
makanlah dendeng monyet kraton besi
tanpa tanya sipir banci

Rimba subur di balik jeruji
tertancap berjuta duri
tertimbun rimbun indah anggrek hutan
menyejuk mata menyiksa hati
menghalang langkah menusuk kaki
menyembur darah tanpa arti

Kebebasan di balik jeruji
adalah pilihan sebelum mati
nikmatilah dendeng monyet kraton besi
inilah dongeng negeri sialan
bercerita penuh bualan
menjanjikan sejuta tipuan
menabur benih racun kematian
tanpa tanya sipir karatan

Dalam jeruji hati selalu bertanya: kapan?

Pontianak, Oktober '92
LANJUT BEB..

DI BAWAH TERANG SINAR BULAN

Jangkrik bersenandung malam
sinar bulan terang
membiaskan kegundahan
hati seorang anak Adam
matanya enggan terpejam
sementara jari jarinya
menari mencurahkan isi hati
luapkan gumpalan gumpalan
sanubari merangkai kata
dalam bait bait puisi


Anak Adam gundah
dalam senandung malam
jangkrik jangkrik
di bawah sinar terang bulan
ia tatap selimut bumi
renungkan segala kebesaranNya
mencatat segala dosanya

Lewat bait bait kata
ia teteskan air matanya
ia mencaci maki napsunya
ia kikis habis keangkuhannya
ia laknati kesombongannya

Lewat bait bait puisi
ia tuntaskan kemarahannya
ia lepaskan kemurkaannya
pada dirinya sendiri
yang tak pernah tahu diri
akan kemurahan Khaliknya
yang menabur rezeki
memberi kenikmatan

Di bawah terang sinar bulan
kegelapan hatinya berdoa akan kesucian
pada Sang Pemilik ia rangkaikan pujian
yang memberinya keindahan


pontianak, 21 agustus 1992
LANJUT BEB..

SEANDAINYA PENYAIR JADI BIROKRAT

Seandainya penyair jadi birokrat
apakah sajak masih sempat dibuat
apakah sajak tak pindah kiblat
apakah suara masih bulat
apakah mata masih melihat


Seandainya penyair jadi birokrat
ganti predikat jadi pejabat-
dengkul berganti kreta berkilat
biar ke kantor tidak terlambat

Seandainya penyair jadi birokrat
tidakkah takut terkena pecat
turun pangkat rendah derajat
(cari kerjaan amat sangat berat-
formasi begitu ketat:
harus pandai ilmu silat
tak perlu tamat
bisa saja jurus gerak cepat
patgulipat bantingtulang peraskeringat
hop! jadi duit sekebat
sakasakusuk! Jabatan pun dapat)

Seandainya penyair jadi birokrat
apakah jadi orang hebat
apakah bermimpi jadi terhormat
merelakan diri jadi penjilat
harapkan piagam sebagai: Pengkhianat!


Seandainya penyair jadi birokrat
apakah kawan masih diingat
apakah kawan sendiri diembat
bukakan pintu pasangi jerat
Kalau begitu namanya keparat!
Kalau begitu namanya bangsat!

Banyak penyair jadi birokrat
Banyak penyair jadi pejabat
Banyak penyair jadi konglomerat
Berbaju safari sepatu mengkilat
Berkepala ringan berlangkah berat

Banyak penyair tetap melarat
Banyak penyair hidup sekarat
Melangkah berat tersendat-sendat
Dapat rezeki cuma sekerat:
Tapi menyajak tetap berminat
Harapkan gemerlap suatu saat
Tak pernah kenal kata berat
Hati nurani tetap kuat
Demi pilihan yang sudah bulat

Seandainya semua penyair birokrat
Bagaimana pula nasib rakyat
Hidup mereka yang melarat
Gaji terlambat dan disunat
Duit mereka yang tak kuat:
Sedangkan dunia sudah sepakat;
"Duit tak kuat jabatan tak dapat!?"


Biar penyair jadi birokrat
Biar penyair jadi pejabat
Biar penyair jadi konglomerat
jadi orang hebat
jadi orang terhormat
Biar penyair punya bintang empat
punya rumah bertingkat
punya mobil berkilat
punya harta berlipat
punya makanan lezat
Asal masih ingat rakyat
Asal masih ingat akhirat

Biarlah penyair berkasur busa
Biarkan penyair berkuasa

Pontianak, 7 April 1992
LANJUT BEB..

MALAM JAHANAM

Terbetik sebuah berita di koran
seorang remaja delapan belasan
di tengah malam menjadi korban keroyokan
lantaran sepasang sandal karatan


Oknum kampung menangkapnya
diseret ke poskamling jadikan santapan
ia menjerit
ia mengaduh
ia mengerang
kesakitan
tapi malam hanya diam
tangan-tangan malah pitam
napsu-napsu makin meradang
dan setan tepuk tangan

Dari tubuh kecil darah menetes
karena pengadilan tanpa proses
tangan-tangan semakin pitam
malam kelam turut merejam
lagi ia mengerang
lagi ia menghiba
tapi kebengisan makin menggila
ia teraniaya
setan-setan berpesta pora

Senyum puas di bibir tersungging
sesosok manusia tergambar anjing
(Malam itu berlaku hukum rimba--
manusia berubah srigala
lantaran mendapat mangsa)
si kecil menangis
si kecil meringis
lantaran malam semakin bengis
menguak kitab-kitab hukum picis

Malam itu adalah malam jahanam
bagi seorang remaja delapan belasan
lantaran sepasang sandal jepit karatan
ia korban kebiadaban
ia korban balas dendam!?

Senyum puas di bibir tersungging
terseringai wajah-wajah bertaring
di bibir darah tak sempat kering
lantaran santapan masih berdaging

Dari tubuh kecil menetes darah
menarik ingin menambah gairah
dan wajah-wajah bertaring semakin pongah
sementara nadi semakin lelah
(Manusia tak lagi manusia
karna kepala berubah srigala
karna mata menyala-nyala
saksikan di hadapan tergolek mangsa)

Si kecil hanya menangis
Si kecil hanya meringis
pembela diharap terlena terlelap
lantaran malam semakin gelap
dan napsu-napsu semakin kalap

Malam itu adalah malam jahanam
bagi si kecil delapan belasan
ia korban kebiadaban
ia korban kekuasaan!

Pontianak, 25 Maret 1992

LANJUT BEB..
E
D
O
Copyright @ 2009
Edo Pradana Prasitha.
All Right Reserved